Pengantin Remaja

Pengantin Remaja: Realita Pernikahan Dini


"Kalau nikah itu ibadah, mestinya itu membuat perasaan lebih tenang. Iya kan? Kayak salat atau zikir. Nggak ada kan orang salat sambil marah-marah."

Sinopsis Singkat

    Pipit, siswi SMA berusia 17 tahun, rela putus sekolah setelah dilamar oleh kekasihnya, Pongky. Hanya dengan bermodalkan cinta dan keinginan bermesraan berdua, Pipit dan Pongky menjalani bahtera rumah tangga. Namun, kehidupan nyata tak seindah sinetron kesukaan Pipit, pun setelah pernikahan tak semanis saat pacaran. Berbagai masalah datang menghampiri, mulai harus tinggal di rumah mertua yang apa adanya sampai perekonomian yang tak menentu.

Lantas, bagaimana kelanjutan kehidupan pernikahan Pipit dan Pongky? 

Sedikit Review

    Berlatar tempat di Jogja dan mengangkat fenomena permasalahan sosial ekonomi yang banyak terjadi di masyarakat, yaitu pernikahan dini tanpa persiapan yang memadai. Diawali dengan kedatangan guru agama Pipit ke rumahnya untuk mempertanyakan keputusan Pipit putus sekolah demi menikah. Kemudian sangkalan Bapaknya Pipit dengan membawa konteks agama yang seringkali kurang dipahami dengan tepat. Seperti nikah adalah ibadah dan akan mendatangkan rezeki. Padahal dalam batinnya Pipit yang menguping pembicaraan antara guru dan bapaknya itu, "Ibadah macam apa? Nggak ada niat beribadah saat aku mengiyakan ajakan Pongky untuk menikah.". Rasanya pengen ngomong, Pit, Pit, niat nikahnya aja udah rada-rada, bukan buat ibadah tapi biar bisa berduaan teruss. Selain itu, selayaknya ibadah yang lain, nikah juga butuh persiapan yang ga main-main, baik dari segi ilmu, fisik, maupun mental. 

    Udah berasa kan, gregetan sama si Pipit. Nah, itu yang bakal kalian rasain sepanjang baca buku ini. Dengan narasi sang penulis yang runtut dan mengalir, membuat kita tuh seolah ada dalam cerita itu, mengamati kehidupan Pipit dan dinamikanya wkkw. Page turner bangetlah, aku baca seharian kelar dong Hari Minggu kemarin, karena kepo kelanjutan kisahnya. Penggambarannya juga realistis dan detail gimana beragam permasalahan yang dialami apabila menikah tanpa persiapan. Menurutku, pesan moralnya bisa sampai dengan gamblang kepada para pembaca. Oh iya satu lagi disertakan tokoh Atin, sepupu Pipit, dengan kehidupannya sebagai wanita independen dan hidup di kota besar cukup untuk menjadi pembanding yang menarik. Yaaa walaupun si Atin juga punya masalah tersendiri.

  Satu lagi yang paling aku suka dan ngena di aku. Tentang menunggu. Selama ini aku mengedepankan mindset perkara menikah adalah menunggu jodoh datang. Dengan membaca novel ini, aku jadi punya pandangan baru, bahwa seharusnya mindset yang dibangun adalah menunggu diri kita sendiri. Karena kalau nunggu orang mah bakal kerasa lama soalnya kita gatau kapan datangnya dan dimana dia. Tapi kalau kita nunggu diri sendiri, kan kita tau gimana progres kita? Seberapa siap apa kita menikah? Apa saja yang perlu diperbaiki? Dan hal-hal lain yang perlu difokuskan dan diusahakan.

    Aku merekomendasikan teman-teman untuk baca buku ini sih. Walaupun ngenes-ngenes gitu, biar ga banyak lagi Pipit-pipit lain yang hadir.

Komentar

Postingan Populer