Sisi Tergelap Surga: Pelajaran Kehidupan dari Kisah Kelam Penghuni Kampung Kecil di Ibukota
Di balik gemerlapnya ibukota, sebagian orang berjuang melawan kerasnya kehidupan. Berjualan makanan, mencuri motor, jadi manusia perak, badut, hingga menjajakan diri dilakukan guna menyambung hidup setiap hari.
Di balik terangnya ibukota, padamnya api harapan sudah biasa. Boro-boro punya pilihan, masih bisa makan saja sudah berasa nikmatnya.
Buku ini mengungkap sisi gelap surga bernama Jakarta, rangkuman pelajaran hidup dari kisah kelam kaum pinggiran penghuni kampung kumuh di ibukota.
Sedikit Review
Konsep ceritanya kalau di drama kayak drakor omnibus (?), berbagai cerita pendek setiap tokohnya saling tersambung dan dirangkum dalam satu judul besar "Sisi Tergelap Surga". Sepertinya gak ada tokoh utamanya, walau ada beberapa tokoh yang menonjol.
Karena banyak bercerita soal sisi kelam, jadi di beberapa bagian cukup frontal, banyak trigger warningnya. Tapi pageturner sih, aku baca ini dalam 2 kali duduk, 300 an halaman gak berasa tau-tau udah kelar.
Banyak mengandung pelajaran di setiap kisahnya. Aku paling suka kisahnya Pak RT, sosok pemimpin berani yang peduli pada warganya. Walaupun ada sedikit kesalahan yang ia lakukan pada anaknya. Untung saja kebaikannya pada akhirnya berbalik ke keluarganya.
Kisah Pak Badut Ayam beserta tiga puterinya yang sabar. Bahkan di tengah kondisinya yang sulit, Pak Badut Ayam itu dalam doanya memohon ditunjukkan tempat rezeki datang, gak langsung minta gitu aja didatangkan uang. Walaupun kita boleh berdoa apa saja, tapi itu membuktikan bahwa ia adalah hamba yang mau berusaha.
Kisah Juleha pun tak kalah mengharukan, aku jadi keinget Re di novel Kang Maman yang berjudul Re; dan Perempuan. Sama sedihnya, bikin nangisss.
Pesan kuat yang aku dapatkan dari keseluruhan ceritanya adalah jangan mudah menghakimi orang lain. Apalagi sampai merasa lebih baik dari orang itu hanya karena melihat kulitnya. Aku yakin ini di dunia nyata banyak yang ngalamin, ngebayangin diri sendiri ada di posisi itu aja gak sanggup.
Walau tetap aja apa yang mereka perbuat itu salah, cibiran dan perlakuan kasar tak menyelesaikan apapun. Hanya Tuhan yang berhak menghakimi, kita sebagai sesama manusia porsinya ya berbuat baik dan mendoakan gak sih.
Terus habis baca buku ini aku jadi semangat lagi, karena jadi tersadar kembali kalau semua orang tuh juga lagi berjuang lho dengan jalan ceritanya masing-masing. Masak lu mau diem aja? Ayo kita bangkit lagi dan melakukan yang terbaik, sekuat tenaga.
Selain itu, juga Allah tuh kasih kita ujian barangkali agar kita gak terlampau sombong seolah bisa menyelesaikan semuanya sendirian. Allah gak langsung mengabulkan setiap harapan agar lirih doa tetap terucap dari lisan manusia yang congkak ini.
Endingnya juga aku cukup puas, realistisnya kehidupan, gak semata-mata dibuat putih semua, toh dari awal nuansa abu-abu kental sekali dalam tiap katanya. Jadi sebagian dibuat bahagia, sebagian lainnya masih berjuang, sebagian lain malah mengambil pilihan yang salah.
Buku ini aku rekomendasikan untuk siapapun yang mau belajar kembali tentang makna kehidupan.
Komentar
Posting Komentar