Review Novel Dua Belas Pasang Mata: Kisah Miss Oishi dan 12 Muridnya di Masa Perang
Buku ini membawakan kisah tentang Miss Oishi dan 12 murid pertama dan terakhirnya. 7 murid perempuan dan 5 murid laki-laki.
Pada April 1928, Miss Oishi mulai mengajar di sekolah cabang desa sederhana yang terletak pada tanjung dekat Laut Sato. Setiap hari ia harus menempuh jarak 8 km untuk berangkat ke sekolah.
Murid-murid sontak kepo melihat guru baru tersebut karena ia berbeda, mengenakan pakaian modern dan mengendarai sepeda , anak-anak desa jarang sekali melihat penampilan seperti sang guru di desanya.
Begitupula penduduk kampung alias orang tua murid, banyak yang ngejulidin dan ngomongin Miss Oishi. Tapi Miss Oishi tetap bersikap baik dan ramah pada semuanya, ia memang guru yang menyenangkan.
12 murid itu punya karakter beragam yang mewarnai hari-hari Miss Oishi. Mereka tumbuh dan menjalani takdir yang berbeda, sebagian beruntung, sebagian lainnya harus menjalani hidup yang berat.
Sementara itu keadaan Jepang semakin suram, kelaparan terjadi dimana-mana, perang yang berkecamuk memaksa setiap laki-laki ikut berperang jauh meninggalkan keluarganya.
About This Book
- Judul Buku : Twenty - Four Eyes (Dua Belas Pasang Mata)
- Penulis : Sakae Tsuboi
- Published : 1952
- Publisher : Gramedia Pustaka Utama
- Bahasa : Indonesia
- Jumlah Halaman : 248 halaman
- Genre : Fiksi – Historical Fiction, Japanese Literature
- Link Pembelian: klik disini
Sedikit Review
Bagian awal menceritakan kepolosan perkataan dan tingkah laku murid-murid Miss Oishi. Bikin senyum-senyum sendiri, tapi ada terharunya juga. Aku jadi inget dulu pas jaman SD juga usi dan jahilnya 11 12 sama murid Miss Oishi, kebayang gimana dulu guru sdku menanggapi tingkah laku aku dan teman-teman.
Ini ga hanya Slice of life keseharian Miss Oishi mengajar di sekolah, tapi sampai murid-muridnya tumbuh dewasa. Malah rentang waktu mengajarnya Miss Oishi itu cukup singkat, lebih banyak diceritakan masa perangnya.
"Semua muridnya lahir pada tahun yang sama, dibesarkan di lingkungan yang sama, dan masuk ke sekolah yang sama. Tetapi dalam lingkup yang sedemikian sempit pun sudah terbentuk jurang-jurang lebar dalam kondisi keseharian mereka."
Bahkan dengan variabel hidup yang terbatas dan hampir sama, setiap orang nantinya akan menjalani takdir yang sangat berbeda. Buku ini mengangkat isu pemikiran kuno dan konservatif penduduk desa terpencil yang membuat sebagian dari mereka susah untuk maju ke kehidupan yang lebih baik, salah satunya tentang anak perempuan dan laki-laki.
"Seandainya masa depan yang menunggu anak lucu ini hanyalah perang, lalu apa artinya memiliki, mencintai, dan membesarkan anak-anak? Mengapa orang tidak diperbolehkan menghargai nyawa manusia dan mencegah supaya mereka tidak mati kena peluru serta hancur berkeping-keping? Apakah “menjaga kententraman umum” berarti melarang kebebasan berpikir, bukannya menghargai serta melindungi nyawa manusia?"
Buku ini terbit pertama kali pada tahun 1952, tidak terlalu jauh jaraknya dari Perang Dunia II. Digambarkan Miss Oishi adalah sosok yang tidak suka peperangan dan mencintai perdamaian. Di saat Jepang kalah, ia tidak terlihat kecewa malah merasa lega karena perang telah berakhir. Ia tidak perlu lagi mengkhawatirkan anaknya yang bisa saja nanti meninggal di tengah perang.
12 nama Jepang cukup susah bagiku untuk diingat, sementara kisah setiap murid itu terus berlanjut sampai akhir cerita. Tapi tenang aja di bagian pertama ada ringkasan nama dan karakter setiap murid Miss Oishi, jadi bisa bolak-balik lihat lagi kalau lupa. Mungkin lebih enak lagi kalau sambil dicatet biar lebih enak memahami alurnya.
Buku ini aku rekomendasikan untuk siapapun yang ingin mencicipi cerita yang manis pahit rasanya. Cukup page turner juga, bisa selesai dalam waktu yang singkat.
Komentar
Posting Komentar